BUOL-DPRD Kabupaten Buol Sulawesi Tengah(Sulteng) mendukung penolakan Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran saat gelar Rapat Dengar Pendapat(RDP) Bersama puluhan wartawan yang tergabung dalam Fron Jurnalis Buol bersama 6 Fraksi DPRD Buol menyatakan kekhawatirannya akan terkekangnya kebebasan pers akibat revisi tersebut.
Pernyataan tersebut terbit saat digelar Rapat Dengar Pendapat RDP bersama Puluhan Para Pewarta di Kabupaten Buol Jumat (31 Mei 2024 bertempat di Ruang Rapat BAPEM-PERDA DPRD Buol yang di pimpin langsung Ketua DPRD Buol Srikandi Batalipu S.sos.MAP
Ketua DPRD Buol Srikandi Batalipu mengatakan, dirinya turut mendukung kebebasan Pers yang sudah diperjuangkan sebagai buah dari reformasi. “Kebebasan Pers dan penyiaran saat ini mestinya dapat dipertahankan, bukan diperkecil ruang lingkupnya.” terang Ketua DPRD Buol dari partai Golongan Karya itu
Dia berjanji, DPRD Buol akan meneruskan dan menyampaikan keberatan dari rekan-rekan media di Kabupaten Buol terkait revisi RUU penyiaran sampai ke DPRI. Diharapkan, bahan yang disampaikan akan menjadi pertimbangan bagi kelanjutan pembahasan RUU
“Kita akan meneruskan ke DPR RI agar kekhawatiran teman-teman sekalian yang berada di daerah dapat menjadi pertimbangan di tingkat pusat, ” tambahnya
Wartawan Kabupaten Buol mengkritisi revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang tengah dibahas DPR RI. Unjuk rasa tersebut, diikuti langsung masing-masing Komunitas Pers Independen Buol(KOPI), Forum Wartawan Buol(FWIB), Anggota Persatuan Wartawan Indonesia(PWII) Sulteng, pada prinsipnya bukan menolak UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Penyiaran itu dilakukan revisi, namun yang tidak disetujui dan ditolak adalah pasal-pasal yang diduga mengandung sejumlah ketentuan yang dapat digunakan, untuk mengontrol dan menghambat tugas-tugas jurnalistik. bahkan mengandung ancaman pidana bagi wartawan dan media, yang memberitakan hal-hal yang dianggap bertentangan dengan kepentingan pihak tertentu.
Tidak hanya itu kata dia, sejumlah pasal dalam RUU Penyiaran juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi, dan diskriminasi terhadap kelompok marginal. “Kekangan ini akan berakibat pada memburuknya industri media, dan memperparah kondisi kerja para buruh media dan pekerja kreatif di ranah digital, ” ujar Husni sese
Lebih lanjut Husni menambahkan Pasal-pasal bermasalah dalam revisi ini memberikan wewenang berlebihan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), untuk mengatur konten media, yang dapat mengarah pada penyensoran dan pembungkaman kritik terhadap pemerintah dan pihak-pihak berkepentingan, seperti termuat pada draft pasal 8A huruf q, pasal 50B huruf c dan pasal 42 ayat 2.
Ketentuan yang mengatur tentang pengawasan konten tidak hanya membatasi ruang gerak media, tetapi juga mengancam kebebasan berekspresi warga negara, melalui rancangan sejumlah pasal yang berpotensi mengekang kebebasan berekspresi. Selain itu adanya ancaman pidana bagi wartawan yang melaporkan berita yang dianggap kontroversial, merupakan bentuk kriminalisasi terhadap profesi wartawan.
" Revisi ini juga sangat mungkin dapat digunakan untuk menekan media, agar berpihak kepada pihak-pihak tertentu, yang merusak independensi media dan keberimbangan pemberitaan. Seperti termuat dalam draft pasal 51E. Ketua Komunitas Pers Independen Buol menduga munculnya pasal bermasalah yang mengekang kebebasan berekspresi, berpotensi akan menghilangkan lapangan kerja pekerja kreatif, seperti tim konten YouTube, podcast, pegiat media sosial, dan sejenisnya" .tutup Husni**